TEGAL – Yahya Sinwar diperkirakan akan digantikan dengan pemimpin politik baru yang berbasis di luar Gaza.
Dikutip dari media Middle East Monitor (MEM) pada Jumat (18/10), menurut para ahli yang mengikuti kondisi timur tengah, mereka mengharapkan saudara kandung Yahya Sinwar, yaitu Mohammad Sinwar, diharapkan dapat mengambil peran lebih besar dalam mengarahkan perang melawan Israel di wilayah Gaza pada khususnya.
Alasannya, Kelompok gerakan perlawanan Palestina, Hamas harus mempertimbangkan tidak hanya kedekatan dengan pendukung utamanya Iran, tetapi juga kepentingan negara-negara di wilayah Teluk Arab, terutama Qatar, tempat semua calon utama pengganti Yahya Sinwar saat ini berada.
Yahya Sinwar ditemukan gugur dalam baku tembak dengan pasukan Israel pada hari Rabu (16/10). Ini merupakan kehilangan pemimpin utama Hamas untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari tiga bulan.
Pemimpin sebelumnya, Ismail Haniyeh, juga dibunuh di Teheran, Iran pada bulan Juli, yang kemungkinan besar dilakukan oleh Intelijen Israel. Saat Sinwar menggantikan Haniyeh, ia menyatukan kepemimpinan militer dan politik di Gaza, namun tampaknya hal ini tidak akan terulang pada kesempatan kali ini.
Wakil pemimpin Hamas Khalil al-Hayya, yang dipandang sebagai calon pengganti, pada hari Jumat dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di melalui siaran televisi menyatakan dengan tegas bahwa sandera Israel “tidak akan dibebaskan sampai penghentian total agresi militer Israel di Gaza, pembebasan tahanan Palestina, dan penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza.“
Hayya, menegaskan kembali “komitmennya untuk melanjutkan perjuangannya hingga berdirinya sebuah negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukota negaranya.“
Hamas diketahui memiliki sejarah cepat dan efisien mendapatkan pengganti pemimpin yang gugur, di mana Dewan Syura sebagai badan pengambil keputusan utama bertugas menunjuk kepala (pemimpin) baru.
Dewan Syura mewakili semua anggota Hamas yang ada di Jalur Gaza, Tepi Barat, penjara Israel, dan diaspora Palestina diseluruh dunia. Yang artinya pemimpin baru harus memiliki wewenang untuk menentukan dan memasuki pembicaraan soal gencatan senjata meskipun ia tidak berada di dalam wilayah Gaza tempat para pejuang Hamas masih menahan puluhan warga Israel sebagai sandera.
Selain Khalil al-Hayya, yang merupakan negosiator utama Hamas. Ada dua calon pemimpin lainnya ialah Khaled Meshaal, pendahulu Haniyeh, dan Mohammad Darwish, sosok yang kurang dikenal yang menjabat sebagai ketua Dewan Syura.
Ashraf Abouelhoul, seorang ahli urusan Palestina, memperkirakan bahwa Hamas akan tetap berpegang pada tuntutan utama dalam pembicaraan gencatan senjata mendatang, terutama agar pasukan Israel mau menarik diri dari Gaza dan menghentikan perang.
Namun, menurutnya Hamas mungkin akan menunjukkan lebih banyak fleksibilitas terkait beberapa syarat, seperti rincian kesepakatan untuk menukar sandera Israel dengan warga Palestina yang dipenjarakan sepihak oleh otoritas Israel.
Akram Attallah, seorang analis politik Palestina, menyatakan bahwa ia memperkirakan sayap bersenjata yang ada di Palestina akan menghormati otoritas Hayya, meskipun beliau memimpin dari jauh. Ia juga memperkirakan Mohammad Sinwar akan muncul sebagai sosok yang lebih signifikan di sayap bersenjata dan di Hamas secara umum.
Seorang komandan veteran Brigade Qassam, Mohammad Sinwar yang jarang muncul di publik, telah lama masuk dalam daftar buronan paling dicari Israel, dan telah selamat dari beberapa upaya pembunuhan, menurut sumber-sumber Hamas.