Parliamentary Threshold, Tsunami Partai Politik


Ilustrasi, Design: Publis.id.
Parliamentary Threshold atau ambang batas suara sah partai politik dalam pemilu sebagaimana yang diatur dalam pasal 414 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, ditentukan bahwa ambang batas parlemen atau parliamentary threshold adalah 4% (empat persen) dari total suara sah nasional. Artinya, Parpol yang tidak memperoleh minimal 4% (empat persen) suara dalam Pemilu 2019 tidak berhak memiliki kursi di Parlemen.
Aturan ambang batas ini, menjadi ancaman bagi partai. Bisa jadi, di kemudian hari kader parpol akan memilih pindah ke parpol yang lolos atau membubarkan diri dengan rapi. Lambat laun, parpol akan mengerucut -- semakin sedikit sebagaimana yang ada di Amerika, hanya ada dua partai politik, antara Partai Demokrat dan Republik, meski di sana bukan disebabkan karena faktor aturan Parliamentary Threshold.
Aturan ambang batas, tidak hanya menjadi ancaman bagi parpol yang baru berdiri. Tapi, juga parpol yang masih saja berjalan di tempat, sebut saja Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai yang selalu dilanda konflik internal ini, bergerak seperti siput, selain diwarnai politisi tua dan dikenal parpolnya agamawan, justru segelintir orang menilai PPP sulit maju di era yang penuh kemajuan. Namun, saat Romahurmuzy menjadi nahkoda partai dan mencoba mengubah mindset publik bahwa PPP juga partainya kaum milenial, justru PPP dilanda musibah dengan ditangkapnya Romy oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bila PPP mulai mengubah diri. Namun, parpol baru seolah masih bingung, sebut saja Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan segala kontroversinya. Segelintir orang menilai PSI hanyalah parpol medsos yang minim gagasan. Hanya sebatas tebar pesona, salah satunya dengan mengeluarkan Hoax Award beberapa waktu lalu dan tingkah para petinggi parpolnya yang gemar mendebat seolah ingin menunjukkan pada publik bahwa PSI-lah yang dalam posisi benar.
Segala tingkah dan polah para politisi di partai tersebut, akan berdampak kurang baik. Masyarakat akan lebih memilih parpol yang sudah jelas ideologinya dan jelas gagasannya. Bila sudah demikian, maka sulit untuk memenuhi ambang batas atau Parliamentary Treshold. Meski lolos, mereka masih dihadapkan dengan Sainte Lague yang dinilai juga menjadi ancaman bagi parpol baru.
Pola penghitungan dengan pembagian angka ganjil tersebut, menguntungkan partai politik yang memiliki suara tinggi dan pastinya, parpol yang sudah teruji dan sudah biasa dihadapkan badai politik yang mampu mengatasinya.
Ditulis oleh:
Muh. Maftahul Huda S.H.
Pengurus Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC-ISNU) Jember.